Sabtu, 01 November 2008

PNS, Bisakah Dipecat...?

Pagi itu seperti biasanya seorang pria yang berusia sekitar 40-an keluar dari pintu Alphard, sebuah mobil mewah keluaran pabrikan mobil dari Jepang. Pria itu datang ke sebuah kantor instansi pemerintah dengan gaya perlente bak raja, bos, atau direktur sebuah perusahaan besar. Dia kemudian melangkahkan kakinya sebuah peralatan elektronik di kantor tersebut, memasukan jarinya ke scanner yang ada pada peralatan tersebut dan berdiri menatap layar di peralatan tersebut. Sesaat kemudian muncul nama di layar peralatan tersebut dengan disertai suara yang menyertainya, “Terima Kasih…!”. Pria, sebut saja Mr. X, tersebut kemudian kembali ke mobilnya dan pergi entah kemana. Aktivitas ini dilakukannya tiap pagi dan sore hari, seolah bagian dari tugas rutinnya untuk menegaskan bahwa dirinya masih berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) walau hanya sesekali datang ke seksi tempat dia bekerja, alih-alih mau memberikan kontribusi bagi instansi tempat dia bekerja, datang menemui teman satu seksi pun dia jarang. Kasi tempat dia bekerja pun tidak dapat berbuat banyak, selain mereka masih satu daerah dan memiliki keeratan hubungan, Mr. X juga termasuk orang “kuat” yang memiliki banyak koneksi di instansi ini.

Suatu hari saya bertanya pada Mr. X tentang alasan mangapa dia dia sering tidak masuk kantor. Dia hanya menjawab bahwa instansi ini sudah tidak lagi ‘kondusif’ untuk mencari uang. Sudah tidak seperti dulu lagi dimana dia bisa dengan mudahnya memperoleh uang secara instan. Budaya yang menurut saya hanya disukai oleh orang-orang yang hatinya telah dibutakan oleh dunia. Bagi mereka pencapaian tertinggi hanya apabila mereka memperoleh uang yang banyak dengan cara apapun. Mr. X lupa bahwa perusahaan-perusahaan yang dimilikinya sekarang adalah ‘hasil instan’ saat dia bekerja diinstansi ini dulu. Bukankah sekarang saatnya ia membalas budi ? Minimal dengan cara dia berhenti dan tidak memberatkan keuangan negara dengan harus membayar gajinya tiap bulan padahal dia tidak melakukan apapun disini. Saya yakin orang seperti ini tidak butuh uang gajinya. Motivasi utama dia tidak mengundurkan diri dari kantor ini adalah agar dia memiliki status sebagai PNS. Sebuah status yang masih memiliki prestise beserta fasilitas yang dapat dia pergunakan. Bisakah Mr. X diberhentikan? Pertanyaan ini terus muncul dalam benak saya seolah menegaskan pertentangan yang muncul dihati kecil saya tentang orang seperti ini.

Saya sangat yakin bahwa kasus diatas tidak hanya satu, tetapi masih banyak kasus-kasus lain yang menegaskan bahwa banyak PNS yang hanya memberatkan keuangan negara padahal mereka tidak melakukan apa-apa sama sekali. Bahkan ibuku pernah mengatakan bahwa ada guru disekolah tempat ia mengajar yang tidak pernah masuk, tetapi hanya datang satu bulan sekali pada saat pengambilan gaji.

Lalu, bisakah PNS bermasalah diberhentikan?

UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian menyebutkan pemberhentian dalam lingkup PNS menurut ketentuan yang berlaku terdiri dari :

  1. Pemberhentian sebagai pegawai negeri sipil
  2. Pemberhentian dari jabatan negeri
  3. Pemberhentian sementara

Adapun pemberhentian yang saya maksudkan disini adalah Pemberhentian sebagai pegawai negeri sipil pada poin pertama. Menurut pasal 23 undang-undang diatas, ada beberapa sebab pemberhentian seseorang dari jabatan sebagai PNS, yaitu :

1) PNS diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia.

2) PNS diberhentikan dengan hormat karena :

a. Atas permintaan sendiri.

b. Mencapai batas usia pensiun.

c. Perampingan organisasi pemerintah; atau

d. Tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai PNS.

3) PNS dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena :

a. Dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih; atau

b. Melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.

4) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena :

a. Melanggar sumpah/janji PNS dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara, dan Pemerintah; atau

b. Melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara, Pancasila, UUD 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah.

5) PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena :

a. Melanggar sumpah/janji PNS dan sumpah/janji jabatan selain pelanggaran sumpah/janji PNS dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara, dan Pemerintah; atau

b. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hokum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun.


Kalau merujuk pada ketentuan perundangan diatas, PNS bisa saja diberhentikan. Tetapi didalam prakteknya, terutama kalau kita kembali pada kasus yang telah saya ungkapkan diatas, sangatlah sulit untuk dapat memberhentikan seseorang dari PNS (kecuali dia dihukum pidana atau ikut dalam organisasi yang akan menggulingkan pemerintahan yang sah). Satu-satunya ketentuan yang bisa dipakai disini hanyalah pada ketentuan Nomor 3 bagian b yaitu Melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat. Itupun sangat jarang dilakukan karena pada dasarnya hanya bisa dilakukan jika atasan langsung PNS yang bersangkutan mau melaporkan bawahannya tersebut dan prosesnya yang sangat lama dari level satuan kerja/kantor ke level eselon I dan atau daerah sampai dengan level kementerian/lembaga PNS bersangkutan. Pelanggaran tingkat berat ini sendiri merupakan implementasi dari PP nomor 30 tahun 1980 tentang hukuman disiplin PNS.

Pada dasarnya, menurut PP nomor 30 tahun 1980, terdapat tiga jenis hukuman disiplin yaitu Hukuman disiplin ringan, sedang dan berat. Dan untuk mencapai level hukuman disiplin berat, PNS yang bermasalah harus melalui level ringan dan sedang terlebih dahulu. Prosedurnya PNS harus ditegur lisan dan tulisan, kemudian kartu kuning (peringatan I dan II), sampai dengan usulan pemberhentian. Dengan alasan moral dan rasa kasihan, sangat jarang bisa sampai ke level pemberhentian PNS. Pengecualian memang diperlukan, tatapi kalau sudah sampai pada level tertentu menurut saya PNS harus diberikan sanksi yang tegas untuk meningkatkan profesionalitas dari PNS tersebut.

Pada tahun 2003, jumlah Pegawai Negeri Sipil di Indonesia yang tercatat di Badan Kepegawaian Negara mencapai 3.995.000 orang. Data itu diragukan karena ternyata ada 166.232 nama berbeda untuk orang yang sama (data diambil dari ensiklopedi Wikipedia). Bisa dibayangkan berapa besar pengeluaran negara bila masih harus ditambah dengan PNS yang sama sekali tidak memberikan kontribusi bagi negara dan hanya ‘nebeng’ nama.

Penggajian PNS based on performance sebenarnya bisa menjadi salah satu solusi yang dapat diterapkan. Namun, sikap permisif dan kultur dari PNS itu sendiri seolah menjadi alasan bahwa sistem seperti ini adalah hal yang mustahil untuk dilakukan. Memang tidak semua PNS seperti ini, banyak juga PNS yang beban kerja dan kualifikasinya melebihi seperti di swasta, akan tetapi bila dilihat dari fakta yang ada dilapangan, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa masih banyak PNS-PNS lainnya yang memiliki watak yang setali tiga uang dengan Mr. X seperti yang telah saya jelaskan diatas.

Kesimpulan yang bisa kita ambil disini adalah bahwa tidaklah mudah untuk memberhentikan PNS sekalipun ia telah melanggar peraturan yang ada (kecuali pidana), Kuncinya sekarang ada di pundak masing-masing atasan langsung pegawai yang bermasalah tersebut. Apakah mereka berani untuk bersikap tegas, konsisten, dan menegakkan prinsip keadilan diatas segalanya.