I.
Pajak Pigovian dari Sudut Pandang Ilmu Ekonomi
Di negara-negara Eropa, bensin
merupakan barang yang dikenakan pajak yang sangat tinggi. Sebagai contoh adalah
Inggris yang mengenakan 75% tarif pajak atas bensin, kemudian disusul oleh
Norwegia sebesar 70%, Swedia dan Jerman sebesar 65% serta Belanda sebesar 60%. Hal
ini dilakukan karena pemerintah ingin mengurangi konsumsi dari bensin untuk
mengurangi eksternalitas yang diakibatkan oleh bensin tersebut. Adapun ada tiga
jenis eksternalitas negatif yang ingin dibatasi oleh pemerintah negara-negara
Eropa yaitu:
1.
Kemacetan
2.
Tingkat Kecelakaan yang Tinggi
3.
Polusi
Pajak yang
diberlakukan untuk memperbaiki dampak dari eksternalitas negatif dari suatu barang/jasa itu sendiri seperti yang telah dijelaskan diatas
dikenal dengan nama Pajak Pigovian.
A. Definisi dan Fungsi Pajak
Sebelum membahas lebih jauh
mengenai kebijakan pajak pigovian, ada baiknya kita mengenai definisi pajak itu
sendiri dan kaitannya dengan kebijakan pemerintah. Definsi pajak itu sendiri adalah:
Definisi menurut Prof. Rochmat Soemitro SH:
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran Umum.
Definisi perancis dalam Buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la science des
Finances 1906, Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan
oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja
pemerintah.
Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919); Pajak adalah bantuan secara insidental atau secara periodik (dengan
tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum
(negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu tatbestand(sasaran
pemajakan) karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak.
Definisi Prof R.A. Seligman dalam Essays in Taxation (New York, 1925); Pajak
adalah konstribusi wajib dari seseorang kepada pemerintah untuk membiayai
pengeluaran yang terjadi untuk kepentingan bersama, tanpa merujuk pada manfaat
khusus dianugerahkan.
Definisi Mr. Dr. J. Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia; Pajak
adalah prestasi yang dipakasakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa
(menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi,
dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Definisi Prof. Dr. M. J.H. Smeets dalam bukunya De Economische betekenis der Belastingen 1951; Pajak
adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan
yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan
dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
Definisi Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul Pajak berdasarkan Asas Gotong Royong
Universitas Padjadjaran bandung 1964; Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau
barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Kesimpulan dari definisi di atas adalah Pajak itu sendiri memiliki empat
unsur pembentuk yaitu:
1.
Iuran rakyat kepada
negara,yang berhak memungut pajak adalah negara
2. Berdasarkan undang-undang,
pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timba atau
kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk, dalam pembayaran
pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara, yakni pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Adapun, terkait dengan definisinya, pajak itu sendiri tidak hanya memiliki
fungsi untuk membiayai keuangan negara, namun ada beberapa fungsi lainnya
yaitu:
1. Fungsi Anggaran atau
penerimaan (budgetair): pajak
merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor
perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
2. Fungsi Mengatur (regulerend)
: pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih
tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.
3. Fungsi Stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan
kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga
dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di
masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.
4. Fungsi Redistribusi Pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Pajak pigovian itu sendiri
adalah kebijakan pemerintah yang lebih dititikberatkan pada fungsi mengatur
dalam perpajakan daripada fungsi utama pajak itu sendiri yaitu fungsi anggaran.
B. Eksternalitas dan Bensin
Pengertian eksternalitas secara sederhana adalah dampak tindakan suatu
pihak terhadap kondisi orang/pihak lain. Eksternalitas ini muncul ketika seseorang melakukan kegiatan yang
mempengaruhi kesejahteraan orang lain, namun orang tersebut tidak membayar atau menerima kompensasi dari dampak tindakannya
itu.
Pengertian ini sejalan dengan pendapat Mankiw (2012) bahwa eksternalitas
adalah “the uncompensated impact of one person’s actions on the well-being
of a bystander”. Eksternalitas dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu
eksternalitas positif dan eksternalitas negatif.
Apabila dampak yang ditimbulkan dari tindakan tersebut menguntungkan,
maka termasuk eksternalitas positif. Namun apabila dampak yang diakibatkan
merugikan, maka termasuk eksternalitas negatif.
Contoh eksternalitas positif adalah pendidikan. Proses pendidikan akan
menghasilkan sumber daya manusia yang handal dalam bidangnya, sebagai contoh
sarjana ekonomi yang ahli dalam dunia bisnis. Kemudian sarjana ekonomi tersebut
menjadi seorang pengusaha sukses. Dari usahanya tersebut sarjana ekonomi tadi
bisa merekrut banyak pengangguran untuk bekerja di perusahaannya. Dampak yang
menguntungkan untuk pengangguran dan pemerintah tersebut termasuk dalam
eksternalitas positif.
Sedangkan contoh eksternalitas negatif adalah bensin. Di negara maju
dimana pendapatan masyarakat tinggi, masyarakat cenderung untuk berusaha
mendapatkan kenyamanan terbaik dalam kegiatan sehari-harinya, salah satunya
dengan menggunakan kendaraan pribadi dalam kehidupan sehari-hari. Dampak dari
penggunaan bensin secara berlebihan adalah:
1. Kemacetan. Ketika terjebak
dalam kemacetan yang parah, pernahkah kita berfikir bahwa hal ini tidak akan
terjadi jika jumlah kendaran yang ada di jalan raya tidak sebanyak seperti
sekarang.
2. Kecelakaan. Kemacetan yang
terjadi membuat orang akan tidak sabar dalam mengemudikan kendaraan dan
kecenderungan untuk melakukan kecerobohan dalam mengemudi. Hal ini memicu
kenaikan tingkat kecelakaan.
3. Polusi. Banyaknya kendaraan
yang digunakan meningkatkan kadar emisi gas buang yang juga mempengaruhi
tingkat polusi di kota-kota besar.
C. Pajak Pigovian
Berdasarkan penjelasan tentang pengertian eksternalitas di atas, kita
bisa melihat bahwa eksternalitas positif perlu ditingkatkan keberadaannya
sehingga banyak pihak yang diuntungkan. Sedangkan eksternalitas negatif perlu
ditekan atau dikurangi. Upaya untuk meningkatkan eksternalitasn positif dan
mengurangi eksternalitas negatif ini dikenal dengan istilah Internalisasi
Eksternalitas.
Pada artikel ini kita akan membahas bagaimana cara yang dapat ditempuh
pemerintah untuk mengurangi kesternalitas negatif. Mankiw (2012) mengemukakan
langkah yang dapat ditempuh pemerintah untuk mengatasi eksternalitas negatif
tersebut, yaitu dengan cara “altering incentives so that people take account
of the external effects of their actions”
Solusi Mankiw tersebut adalah dengan memberikan insentif kepada pihak
yang menimbulkan eksternalitas negatif. Hal ini sejalan dengan Prinsip Ke-4
dari 10 Prinsip Ekonomi, yaitu “People Respond to Incentives” (orang
memberikan reaksi terhadap insentif). Insentif sendiri adalah “something
that induces a person to act”.
Pengenaan pajak yang dimaksudkan untuk tujuan semacam
ini dikenal dengan mekanisme Pajak Pigovian, diambil dari nama ekonom
Universitas Cambridge, Arthur Cecil Pigou (1877-1959) selaku penggagasnya.
Selaku pengelola negara, pemerintah ikut campur dalam kegiatan ekonomi baik
dalam bentuk kebijakan berupa pengendalian langsung atau dengan mengenakan
pajak, pajak dianggap sebagai pilihan yang memfasilitasi adanya jalan tengah
karena menambah pendapatan pemerintah tanpa langsung menurunkan usaha industri.
Tetapi, semua pilihan kebijakan ada ongkosnya. Secara sederhana pengertian pajak pigovian adalah pajak yang diberlakukan
untuk memperbaiki dampak dari eksternalitas negatif.
D. Pajak Pigovian dan
Pengendalian Pengguanan Bensin
Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, pajak pigovian dimaksudkan untuk mengurangi eksternalitas dari
bensin. Adapun, teori sederhana untuk menjelaskan pajak pigovian adalah dengan
menganalisis dari sisi permintaan dan penawaran.
1.
Toeri Permintaan
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu
barang pada berbagai tingkat harga selama periode
waktu tertentu. Singkatnya permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang
diminta pada suatu pasar
tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan
dalam periode tertentu.
Besar kecilnya permintaan di tentukan oleh tinggi
rendahnya harga, tentu saja hal ini akan berlaku bila faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan tidak ada perubahan (tetap) atau disebut ada dalam keadaan ceteris
paribus.
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi permintaan terhadap barang dan jasa, antara lain :
· a. Tingkat pendapatan
seseorang/masyarakat
· b. Jumlah penduduk
· c. Selera penduduk
· d. Fluktuasi ekonomi
· e. Harga barang yang di tuju
· f. Harga barang subsitusi
· g. Faktor lain (harapan, hubungan
sosial, dan politik)
2.
Teori Penawaran
Penawaran
adalah jumlah barang yang produsen ingin tawarkan atau jual pada bebrbagai
tingkat harga selama satu periode waktu tertentu.
a. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi penawaran terhadap barang dan jasa, antara lain :
· b. Harga barang yang dituju
· c. Biaya produksi dan ongkos
· d. Tujuan produksi
· e. Teknologi yang digunakan
· f. Harga barang subsitusi
· g. Lain hal (factor sosial/politik)
Dari sisi permintaan, kenaikan
harga bensin yang diakibatken oleh adanya pajak pigovian, mengakibatkan harga
bensin meningkat dan permintaan masyarakat terhadap bensin berkurang. Disisi
lain, dikarenakan permintaan menurun, penawaran bensin juga akan disesuaikan
oleh penyedia barang.
Dengan diberlakukan pajak terhadap bensin diharapkan tiga hal terkait
dengan eksternalitas negatif bensin dapat di kurangi yaitu:
a. Meningkatnya harga bensin akan
meningkatkan biaya hidup masyarakat. Hal ini berimbas dengan kecenderuangan
masyarakat untuk mengurangi konsumsi bensin dengan tidak memakai kendaraan
pribadi dan beralih ke kendaraan umum, memakai kendaraan bersama-sama, dan
memilih tempat tinggal yang dekat dengan kantor sehingga kemacetan akan
berkurang;
b. Berkurangnya pemakaian bensin
dan kendaraan pribadi juga akan berimbas pada berkurangnya tingkat kecelakaan;
c. Polusi dari emisi gas buang
kendaraan bermotor juga akan berkurang signifikan dengan berkurangnya pemakaian
kendaraan pribadi.
Diharapkan, dengan penambahan
harga bensin akibat adanya pajak pigovian dan tingkat pendapatan masyarakat
yang tetap, masyarakat akan mengurangi pemakaian bensin dan kendaraan pribadi
yang pada akhirnya akan mengurangi eksternalitas negatif yang diakibatkan oleh
bensin. Sejauh ini pajak pigovian relatif efektif di eropa dan beberapa negara
maju untuk menekan pemakaian kendaraan pribadi dan mengurangi eksternalitas
negatif akibat peamakaian bensin yang berlebihan.
I.
Kondisi Harga Bensin di Indonesia dan Penerapan Pajak Pigovian
Kondisi Harga bensin di
Indonesia sangat berbeda jauh dengan harga bensin yang diterapkan di keempat
negara sebagaimana telah disebutkan di atas. Adapun berikut tabel perbandingan
harga bensin di Indonesia dengan Amerika Serikat, Brazil, Perancis, dan
Inggris:
Negara
|
Harga Premiun (Rp)
|
Harga Premium (US$)
|
Amerika
Serikat
|
11.570
|
0,89
|
Brazil
|
13.910
|
1,07
|
Perancis
|
22.620
|
1,74
|
Inggris
|
26.390
|
2,03
|
Indonesia
|
8.500
|
0,65
|
*) Keterangan:
data diambil berdasarkan harga rata-rata tahun 2014 dan kurs rata-rata rupiah
terhadap US$ Rp. 13.000.
Dari data tersebut Indonesia
menempati urutan terendah harga bensin jika dibandingkan dengan empat negara pembanding.
Hal ini sangat beralasan dikarenakan bensin sendiri dianggap sebagai barang
strategis yang mempengeruhi harga barang lainnya. Oleh karenanya, bukan malah
dikenakan pajak pigovian, bensin sendiri malah diberikan subsidi sebagai upaya
pemerintah mengurangi harga bensin agar tingkat inflasi dapat dikurangi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan pada UU Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33.
Pajak Pigovian sendiri
sebenarnya telah diberlakukan di Indonesia, namun jenis barang yang dikenakan
pajak ini adalah minuman alkohol dan rokok. Hal ini diberlakukan karena Rokok dan
minuman keras sepertinya sudah menjadi gaya hidup segelintir masyarakat di
perkotaan. Bahkan minuman keras di beberapa daerah sudah seperti budaya dan
tradisi turun temurun. Sementara di sisi lain, rokok dan minuman keras menjadi
konsumsi yang tidak sehat bagi tubuh manusia.
Hal inilah yang membuat rokok dan minuman keras harus
diatur di masyarakat. Untuk mengatur pola atau gaya hidup menghisap rokok dan
minum minuman keras tersebut, maka pajak bisa diterapkan sebagai alat untuk
meminimalisir dampak negatifnya.
Lalu, bagaimanakah dengan
bensin? Apakah pajak pigovian bisa diberlakukan untuk mengurangi konsumsi bensin di Indonesia dan
meminimalisir eksternalitas negatif dari bensin tersebut.
A. Pendapatan Masyarakat
Jika kita
melihat, negara-negara yang memberlakukan pajak pigovian adalah negara yang
notabene negara maju dengan tingkat pendapatan per kapita jauh di atas
pendapatan per kapita masyarakat di Indonesia. berikut adalah pendapatan
perkapita Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan Dunia:
1.
Pendapatan Perkapita di
ASEAN
Indonesia
merupakan negara terluas dengan jumlah penduduk terbanyak di kawasan Asia
Tenggara. data tahun 2009 luas negara Indonesia sebesar 1.904.569 km2
dengan jumlah populasi sebanyak 240.271.522 orang. Jumlah kepadatan penduduk
per km2 sebesar 126 orang. Berdasarkan data dari sumber tersebut
didapatkan bahwa jumlah pendapatan negara Indonesia pada tahun 2009 sebesar
539.377.000.000 USD. Jumlah yang sangat besar bila dibandingkan negara lain.
Namun bila dilihat dari pendapatan per kapita negara Indonesia pada tahun 2009
hanya sebesar US$ 2.050. Jumlah ini sangat
sedikit bila dibandingkan dengan pendapatan per kapita negara lain dengan
jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit.
Pendapatan per kapita
negara Asia Tenggara tahun 2009-2012 menurut Bank Dunia
No.
|
Negara
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
1.
|
Singapore
|
US$ 37.650
|
US$ 37.220
|
US$ 41.122
|
US$ 50.714
|
US$ 57.238
|
2.
|
Brunei
|
US$ 33.030
|
US$ 31.180
|
US$ 33.000
|
US$ 36.521
|
US$ 47.200
|
3.
|
Malaysia
|
US$ 7.270
|
US$ 7.350
|
US$ 8.373
|
US$ 8.617
|
US$ 14.603
|
4.
|
Thailand
|
US$ 3.670
|
US$ 3.760
|
US$ 4.608
|
US$ 5.281
|
US$ 8.643
|
5.
|
Indonesia
|
US$ 1.880
|
US$ 2.050
|
US$ 2.946
|
US$ 3.469
|
US$ 4.380
|
6.
|
Philippines
|
US$ 1.890
|
US$ 2.050
|
US$ 2.140
|
US$ 2.255
|
US$ 3.725
|
7.
|
Vietnam
|
US$ 860
|
US$ 930
|
US$ 1.224
|
US$ 1.362
|
US$ 3.725
|
8.
|
Laos
|
US$ 2.140
|
US$ 2.255
|
US$ 1.177
|
US$ 1.204
|
US$ 2.435
|
9.
|
Myanmar
|
-
|
US$ 750
|
US$ 800
|
US$ 804
|
US$ 1.900
|
10.
|
Kamboja
|
US$ 610
|
US$ 610
|
US$ 795
|
US$ 912
|
US$ 1.246
|
*) Sumber:
dekapramesta
2.
Pendapatan Perkapita di
Dunia
Pendapatan per kapita Indonesia yang sangat rendah tidak memungkinkan Indonesia
untuk memberlakukan pajak pigovian. Pemberlakukan pajak pigovian malah akan
berdampak pada tingkat inflasi yang tinggi dan penurunan kesejahteraan
masyarakat akibat kenaikan harga-harga barang.
A. Analisis Cost-Benefit
Selaku pengelola negara, pemerintah ikut campur dalam kegiatan ekonomi,
baik dalam bentuk kebijakan berupa pengendalian langsung atau dengan mengenakan
pajak. Pajak dianggap sebagai pilihan yang memfasilitasi adanya jalan tengah,
karena menambah pendapatan pemerintah tanpa langsung menurunkan usaha industri.
Tetapi semua pilihan kebijakan ada ongkosnya.
Mengambil pajak sebagai
alat internalisasi eksternalitas akan membuat pemerintah kehilangan ketegasan
di hadapan masyarakat karena sebetulnya hidup tenang tanpa ada gangguan dari
eksternalitas negatif adalah hak setiap orang.
Sementara bagi pasar, hal
ini adalah peluang untuk melakukan lobi dan transaksi karena terlihat sekali
pemerintah membutuhkan uang dengan menetapkan pajak. Karena tentu ada saja
beberapa korporat yang tidak keberatan membayar pajak jika laba yang mereka
peroleh lebih tinggi.
Sedangkan pembatasan
langsung tanpa toleransi akan mematikan atau menurunkan produktifitas industri
yang akan membawa butterfly effect
yang lebih panjang, mulai dari turunnya potensi pembayaran pajak hingga ke PHK
karyawannya.
Analisis cost-benefit menjadi penting dalam hal
ini. Menimbang mana yang lebih penting antara tujuan dari tiap aspek yang
dibahas dengan opportunity cost yang
harus dikeluarkan. Misalkan antara kesehatan/lingkungan dengan sisi
perkembangan ekonomi dan kesejahteraan materi masyarakat.
Mekanisme pajak pigovian
bisa menjadi alternatif karena memang dianggap mampu menekan laju peningkatan
biaya sosial di masa depan sementara mekanisme kendalikan langsung bisa
diterapkan jika memang sumber penerimaan negeri sudah tangguh dan mandiri.
Menerapkan Pajak Pigovian terhadap
bensin di Indonesia sendiri ibarat pisau bermata dua, disatu sisi akan menambah
pendapatan negara dari sisi pajak dan mengurangi subsidi bbm. namun disisi
lain, dampak negatif akibat kenaikan harga bensin jika pemerintah mencabut
subsidi dan menaikan harga bensin sangat banyak dibanding dengan benefit yang diperoleh. Adapun hal yang
akan terjadi jika harga bensin dinaikkan:
1. Naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok dan berbagai bahan
kebutuhan lainnya.
2. Naiknya ongkos transportasi (kendaraan pribadi)
3. Naiknya harga suku cadang
4. Naiknya tarif angkutan umum
5. Naiknya jumlah orang miskin
6. Naiknya jumlah anak putus sekolah
7. Turunnya daya beli masyarakat
8. Turunnya pemenuhan gizi masyarakat
9. Bertambahnya jumlah anak rawan gizi
10. Bertambahnya jumlah UKM yang gulung tikar
11. Meningkatnya Inflasi yang akan menyengsarakan masyarakat.
2. Naiknya ongkos transportasi (kendaraan pribadi)
3. Naiknya harga suku cadang
4. Naiknya tarif angkutan umum
5. Naiknya jumlah orang miskin
6. Naiknya jumlah anak putus sekolah
7. Turunnya daya beli masyarakat
8. Turunnya pemenuhan gizi masyarakat
9. Bertambahnya jumlah anak rawan gizi
10. Bertambahnya jumlah UKM yang gulung tikar
11. Meningkatnya Inflasi yang akan menyengsarakan masyarakat.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa akan lebih banyak cost dibandingkan dengan benefit yang akan diperoleh jika pajak
pigovian diberlakukan terhadap bensin di Indonesia
B. Faktor Politik dan Sosial
Undang-Undang Dasar 1945 mengisyaratkan bahwa negara harus mensejahterakan masyarakat, oleh karena itu, penerapan pajak pigovian akan bertentangan dengan Undang-Undang. Adapun dari faktor sosial, kenaikan harga bbm akibat penerapan pajak pigovian dapat menciptakan masalah sosial baru dan menambah tingkat kemiskinan di Indonesia.
C. Penerapan Pajak Pigovian
Terhadap Bensin di Indonesia
Sebenarnya Indonesia memiliki 2 opsi terhadap harga bensin, apakah akan menaikan harga bensin dengan pemberlakuan pajak pigovian atau menurunkan harga bensin dengan memberlakukan subsidi. Sebuah pilihan yang sulit namun berdasarka tiga hal yang telah disebutkan diatas yaitu: Pendapatan Per Kapita dan Daya Beli Masyarakat, Analisis Cost-Benefit, serta Faktor Politik dan Sosial, maka Pajak Pigovian lebih tepat tidak diberlakukan di Indonesia mengingat kondisi Indonesia yang berbeda jauh dari negara-negara maju yang memberlakukan pajak pigovian sebagai dasar untuk mengurangi eksternalitas negatif dari bahan bakar bensin.
Kesimpulannya: Pajak Pigovian tidak cocok
diberlakukan di Indonesia karena Indonesia masih memerlukan subsidi demi kesejahteraan rakyatnya sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.