Kamis, 19 November 2015

Subsidi BBM dan Penerapan Pajak Pigovian di Negara-Negara Maju


I.          Pajak Pigovian dari Sudut Pandang Ilmu Ekonomi

Di negara-negara Eropa, bensin merupakan barang yang dikenakan pajak yang sangat tinggi. Sebagai contoh adalah Inggris yang mengenakan 75% tarif pajak atas bensin, kemudian disusul oleh Norwegia sebesar 70%, Swedia dan Jerman sebesar 65% serta Belanda sebesar 60%. Hal ini dilakukan karena pemerintah ingin mengurangi konsumsi dari bensin untuk mengurangi eksternalitas yang diakibatkan oleh bensin tersebut. Adapun ada tiga jenis eksternalitas negatif yang ingin dibatasi oleh pemerintah negara-negara Eropa yaitu:
1.        Kemacetan
2.        Tingkat Kecelakaan yang Tinggi
3.        Polusi
 
Pajak yang diberlakukan untuk memperbaiki dampak dari eksternalitas negatif dari suatu barang/jasa itu sendiri seperti yang telah dijelaskan diatas dikenal dengan nama Pajak Pigovian.
  
A.      Definisi dan Fungsi Pajak

Sebelum membahas lebih jauh mengenai kebijakan pajak pigovian, ada baiknya kita mengenai definisi pajak itu sendiri dan kaitannya dengan kebijakan pemerintah. Definsi pajak  itu sendiri adalah:
Definisi menurut Prof. Rochmat Soemitro SH:
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran Umum.

Definisi perancis dalam Buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la science des Finances 1906, Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.

Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919); Pajak adalah bantuan secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu tatbestand(sasaran pemajakan) karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak.

Definisi Prof R.A. Seligman dalam Essays in Taxation (New York, 1925); Pajak adalah konstribusi wajib dari seseorang kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang terjadi untuk kepentingan bersama, tanpa merujuk pada manfaat khusus dianugerahkan.

Definisi Mr. Dr. J. Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia; Pajak adalah prestasi yang dipakasakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

Definisi Prof. Dr. M. J.H. Smeets dalam bukunya De Economische betekenis der Belastingen 1951; Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Definisi Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul Pajak berdasarkan Asas Gotong Royong Universitas Padjadjaran bandung 1964; Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Kesimpulan dari definisi di atas adalah Pajak itu sendiri memiliki empat unsur pembentuk yaitu:
1.      Iuran rakyat kepada negara,yang berhak memungut pajak adalah negara
2.    Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timba atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4.  Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
 
Adapun, terkait dengan definisinya, pajak itu sendiri tidak hanya memiliki fungsi untuk membiayai keuangan negara, namun ada beberapa fungsi lainnya yaitu:
1.      Fungsi Anggaran atau penerimaan (budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
2.   Fungsi  Mengatur (regulerend) : pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.
3.  Fungsi Stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.
4.   Fungsi Redistribusi Pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Pajak pigovian itu sendiri adalah kebijakan pemerintah yang lebih dititikberatkan pada fungsi mengatur dalam perpajakan daripada fungsi utama pajak itu sendiri yaitu fungsi anggaran.

B.       Eksternalitas dan Bensin

Pengertian eksternalitas secara sederhana adalah dampak tindakan suatu pihak terhadap kondisi orang/pihak lain. Eksternalitas ini muncul ketika seseorang melakukan kegiatan yang mempengaruhi kesejahteraan orang lain, namun orang tersebut tidak membayar atau menerima kompensasi dari dampak tindakannya itu.

Pengertian ini sejalan dengan pendapat Mankiw (2012) bahwa eksternalitas adalah “the uncompensated impact of one person’s actions on the well-being of a bystander”. Eksternalitas dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif.

Apabila dampak yang ditimbulkan dari tindakan tersebut menguntungkan, maka termasuk eksternalitas positif. Namun apabila dampak yang diakibatkan merugikan, maka termasuk eksternalitas negatif.

Contoh eksternalitas positif adalah pendidikan. Proses pendidikan akan menghasilkan sumber daya manusia yang handal dalam bidangnya, sebagai contoh sarjana ekonomi yang ahli dalam dunia bisnis. Kemudian sarjana ekonomi tersebut menjadi seorang pengusaha sukses. Dari usahanya tersebut sarjana ekonomi tadi bisa merekrut banyak pengangguran untuk bekerja di perusahaannya. Dampak yang menguntungkan untuk pengangguran dan pemerintah tersebut termasuk dalam eksternalitas positif.

Sedangkan contoh eksternalitas negatif adalah bensin. Di negara maju dimana pendapatan masyarakat tinggi, masyarakat cenderung untuk berusaha mendapatkan kenyamanan terbaik dalam kegiatan sehari-harinya, salah satunya dengan menggunakan kendaraan pribadi dalam kehidupan sehari-hari. Dampak dari penggunaan bensin secara berlebihan adalah:
1.      Kemacetan. Ketika terjebak dalam kemacetan yang parah, pernahkah kita berfikir bahwa hal ini tidak akan terjadi jika jumlah kendaran yang ada di jalan raya tidak sebanyak seperti sekarang.
2.    Kecelakaan. Kemacetan yang terjadi membuat orang akan tidak sabar dalam mengemudikan kendaraan dan kecenderungan untuk melakukan kecerobohan dalam mengemudi. Hal ini memicu kenaikan tingkat kecelakaan.
3.     Polusi. Banyaknya kendaraan yang digunakan meningkatkan kadar emisi gas buang yang juga mempengaruhi tingkat polusi di kota-kota besar.

C.      Pajak Pigovian

Berdasarkan penjelasan tentang pengertian eksternalitas di atas, kita bisa melihat bahwa eksternalitas positif perlu ditingkatkan keberadaannya sehingga banyak pihak yang diuntungkan. Sedangkan eksternalitas negatif perlu ditekan atau dikurangi. Upaya untuk meningkatkan eksternalitasn positif dan mengurangi eksternalitas negatif ini dikenal dengan istilah Internalisasi Eksternalitas.

Pada artikel ini kita akan membahas bagaimana cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk mengurangi kesternalitas negatif. Mankiw (2012) mengemukakan langkah yang dapat ditempuh pemerintah untuk mengatasi eksternalitas negatif tersebut, yaitu dengan cara “altering incentives so that people take account of the external effects of their actions

Solusi Mankiw tersebut adalah dengan memberikan insentif kepada pihak yang menimbulkan eksternalitas negatif. Hal ini sejalan dengan Prinsip Ke-4 dari 10 Prinsip Ekonomi, yaitu “People Respond to Incentives” (orang memberikan reaksi terhadap insentif). Insentif sendiri adalah “something that induces a person to act”.

Pengenaan pajak yang dimaksudkan untuk tujuan semacam ini dikenal dengan mekanisme Pajak Pigovian, diambil dari nama ekonom Universitas Cambridge, Arthur Cecil Pigou (1877-1959) selaku penggagasnya. Selaku pengelola negara, pemerintah ikut campur dalam kegiatan ekonomi baik dalam bentuk kebijakan berupa pengendalian langsung atau dengan mengenakan pajak, pajak dianggap sebagai pilihan yang memfasilitasi adanya jalan tengah karena menambah pendapatan pemerintah tanpa langsung menurunkan usaha industri. Tetapi, semua pilihan kebijakan ada ongkosnya. Secara sederhana pengertian pajak pigovian adalah pajak yang diberlakukan untuk memperbaiki dampak dari eksternalitas negatif.
 
D.      Pajak Pigovian dan Pengendalian Pengguanan Bensin

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pajak pigovian dimaksudkan untuk mengurangi eksternalitas dari bensin. Adapun, teori sederhana untuk menjelaskan pajak pigovian adalah dengan menganalisis dari sisi permintaan dan penawaran.

1.        Toeri Permintaan

Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Singkatnya permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu.

Besar kecilnya permintaan di tentukan oleh tinggi rendahnya harga, tentu saja hal ini akan berlaku bila faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tidak ada perubahan (tetap) atau disebut ada dalam keadaan ceteris paribus.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan terhadap barang dan jasa, antara lain :
·         a. Tingkat pendapatan seseorang/masyarakat
·         b. Jumlah penduduk
·         c. Selera penduduk
·         d. Fluktuasi ekonomi
·         e. Harga barang yang di tuju
·         f. Harga barang subsitusi
·         g. Faktor lain (harapan, hubungan sosial, dan politik)

2.        Teori Penawaran

Penawaran adalah jumlah barang yang produsen ingin tawarkan atau jual pada bebrbagai tingkat harga selama satu periode waktu tertentu.

a. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran terhadap barang dan jasa, antara lain :
·         b. Harga barang yang dituju
·         c. Biaya produksi dan ongkos
·         d. Tujuan produksi
·         e. Teknologi yang digunakan
·         f. Harga barang subsitusi
·         g. Lain hal (factor sosial/politik)

   Dari sisi permintaan, kenaikan harga bensin yang diakibatken oleh adanya pajak pigovian, mengakibatkan harga bensin meningkat dan permintaan masyarakat terhadap bensin berkurang. Disisi lain, dikarenakan permintaan menurun, penawaran bensin juga akan disesuaikan oleh penyedia barang.

      Dengan diberlakukan pajak terhadap bensin diharapkan tiga hal terkait dengan eksternalitas negatif bensin dapat di kurangi yaitu:
a.      Meningkatnya harga bensin akan meningkatkan biaya hidup masyarakat. Hal ini berimbas dengan kecenderuangan masyarakat untuk mengurangi konsumsi bensin dengan tidak memakai kendaraan pribadi dan beralih ke kendaraan umum, memakai kendaraan bersama-sama, dan memilih tempat tinggal yang dekat dengan kantor sehingga kemacetan akan berkurang;
b.     Berkurangnya pemakaian bensin dan kendaraan pribadi juga akan berimbas pada berkurangnya tingkat kecelakaan;
c.   Polusi dari emisi gas buang kendaraan bermotor juga akan berkurang signifikan dengan berkurangnya pemakaian kendaraan pribadi.
 
      Diharapkan, dengan penambahan harga bensin akibat adanya pajak pigovian dan tingkat pendapatan masyarakat yang tetap, masyarakat akan mengurangi pemakaian bensin dan kendaraan pribadi yang pada akhirnya akan mengurangi eksternalitas negatif yang diakibatkan oleh bensin. Sejauh ini pajak pigovian relatif efektif di eropa dan beberapa negara maju untuk menekan pemakaian kendaraan pribadi dan mengurangi eksternalitas negatif akibat peamakaian bensin yang berlebihan.
 
I.          Kondisi Harga Bensin di Indonesia dan Penerapan Pajak Pigovian

Kondisi Harga bensin di Indonesia sangat berbeda jauh dengan harga bensin yang diterapkan di keempat negara sebagaimana telah disebutkan di atas. Adapun berikut tabel perbandingan harga bensin di Indonesia dengan Amerika Serikat, Brazil, Perancis, dan Inggris:
Negara
Harga Premiun (Rp)
Harga Premium (US$)
Amerika Serikat
                           11.570
0,89
Brazil
                           13.910
1,07
Perancis
                           22.620
1,74
Inggris
                           26.390
2,03
Indonesia
                             8.500
0,65

           *) Keterangan: data diambil berdasarkan harga rata-rata tahun 2014 dan kurs rata-rata rupiah terhadap US$ Rp. 13.000.

Dari data tersebut Indonesia menempati urutan terendah harga bensin jika dibandingkan dengan empat negara pembanding. Hal ini sangat beralasan dikarenakan bensin sendiri dianggap sebagai barang strategis yang mempengeruhi harga barang lainnya. Oleh karenanya, bukan malah dikenakan pajak pigovian, bensin sendiri malah diberikan subsidi sebagai upaya pemerintah mengurangi harga bensin agar tingkat inflasi dapat dikurangi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan pada UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33.

Pajak Pigovian sendiri sebenarnya telah diberlakukan di Indonesia, namun jenis barang yang dikenakan pajak ini adalah minuman alkohol dan rokok. Hal ini diberlakukan karena Rokok dan minuman keras sepertinya sudah menjadi gaya hidup segelintir masyarakat di perkotaan. Bahkan minuman keras di beberapa daerah sudah seperti budaya dan tradisi turun temurun. Sementara di sisi lain, rokok dan minuman keras menjadi konsumsi yang tidak sehat bagi tubuh manusia.
  
Hal inilah yang membuat rokok dan minuman keras harus diatur di masyarakat. Untuk mengatur pola atau gaya hidup menghisap rokok dan minum minuman keras tersebut, maka pajak bisa diterapkan sebagai alat untuk meminimalisir dampak negatifnya.

Lalu, bagaimanakah dengan bensin? Apakah pajak pigovian bisa diberlakukan untuk  mengurangi konsumsi bensin di Indonesia dan meminimalisir eksternalitas negatif dari bensin tersebut.

A.      Pendapatan Masyarakat

Jika kita melihat, negara-negara yang memberlakukan pajak pigovian adalah negara yang notabene negara maju dengan tingkat pendapatan per kapita jauh di atas pendapatan per kapita masyarakat di Indonesia. berikut adalah pendapatan perkapita Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan Dunia:
 
1.        Pendapatan Perkapita di ASEAN

Indonesia merupakan negara terluas dengan jumlah penduduk terbanyak di kawasan Asia Tenggara. data tahun 2009  luas negara Indonesia sebesar 1.904.569 km2 dengan jumlah populasi sebanyak 240.271.522 orang. Jumlah kepadatan penduduk per km2 sebesar 126 orang. Berdasarkan data dari sumber tersebut didapatkan bahwa jumlah pendapatan negara Indonesia pada tahun 2009 sebesar 539.377.000.000 USD. Jumlah yang sangat besar bila dibandingkan negara lain. Namun bila dilihat dari pendapatan per kapita negara Indonesia pada tahun 2009 hanya sebesar US$ 2.050. Jumlah ini sangat sedikit bila dibandingkan dengan pendapatan per kapita negara lain dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit.
  
       Pendapatan per kapita negara Asia Tenggara tahun 2009-2012 menurut Bank Dunia
No.
Negara
2008
2009
2010
2011
2012
1.
Singapore
US$ 37.650
US$ 37.220
US$ 41.122
US$ 50.714
US$ 57.238
2.
Brunei
US$ 33.030
US$ 31.180
US$ 33.000
US$ 36.521
US$ 47.200
3.
Malaysia
US$ 7.270
US$ 7.350
US$ 8.373
US$ 8.617
US$ 14.603
4.
Thailand
US$ 3.670
US$ 3.760
US$ 4.608
US$ 5.281
US$ 8.643
5.
Indonesia
US$ 1.880
US$ 2.050
US$ 2.946
US$ 3.469
US$ 4.380
6.
Philippines
US$ 1.890
US$ 2.050
US$ 2.140
US$ 2.255
US$ 3.725
7.
Vietnam
US$ 860
US$ 930
US$ 1.224
US$ 1.362
US$ 3.725
8.
Laos
US$ 2.140
US$ 2.255
US$ 1.177
US$ 1.204
US$ 2.435
9.
Myanmar
-
US$ 750
US$ 800
US$ 804
US$ 1.900
10.
Kamboja
US$ 610
US$ 610
US$ 795
US$ 912
US$ 1.246
  *) Sumber: dekapramesta

2.        Pendapatan Perkapita di Dunia

    
Pendapatan per kapita Indonesia yang sangat rendah tidak memungkinkan Indonesia untuk memberlakukan pajak pigovian. Pemberlakukan pajak pigovian malah akan berdampak pada tingkat inflasi yang tinggi dan penurunan kesejahteraan masyarakat akibat kenaikan harga-harga barang.


A.      Analisis Cost-Benefit
     
Selaku pengelola negara, pemerintah ikut campur dalam kegiatan ekonomi, baik dalam bentuk kebijakan berupa pengendalian langsung atau dengan mengenakan pajak. Pajak dianggap sebagai pilihan yang memfasilitasi adanya jalan tengah, karena menambah pendapatan pemerintah tanpa langsung menurunkan usaha industri. Tetapi semua pilihan kebijakan ada ongkosnya.
     
Mengambil pajak sebagai alat internalisasi eksternalitas akan membuat pemerintah kehilangan ketegasan di hadapan masyarakat karena sebetulnya hidup tenang tanpa ada gangguan dari eksternalitas negatif adalah hak setiap orang.

Sementara bagi pasar, hal ini adalah peluang untuk melakukan lobi dan transaksi karena terlihat sekali pemerintah membutuhkan uang dengan menetapkan pajak. Karena tentu ada saja beberapa korporat yang tidak keberatan membayar pajak jika laba yang mereka peroleh lebih tinggi.

Sedangkan pembatasan langsung tanpa toleransi akan mematikan atau menurunkan produktifitas industri yang akan membawa butterfly effect yang lebih panjang, mulai dari turunnya potensi pembayaran pajak hingga ke PHK karyawannya.

Analisis cost-benefit menjadi penting dalam hal ini. Menimbang mana yang lebih penting antara tujuan dari tiap aspek yang dibahas dengan opportunity cost yang harus dikeluarkan. Misalkan antara kesehatan/lingkungan dengan sisi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan materi masyarakat.

Mekanisme pajak pigovian bisa menjadi alternatif karena memang dianggap mampu menekan laju peningkatan biaya sosial di masa depan sementara mekanisme kendalikan langsung bisa diterapkan jika memang sumber penerimaan negeri sudah tangguh dan mandiri.

Menerapkan Pajak Pigovian terhadap bensin di Indonesia sendiri ibarat pisau bermata dua, disatu sisi akan menambah pendapatan negara dari sisi pajak dan mengurangi subsidi bbm. namun disisi lain, dampak negatif akibat kenaikan harga bensin jika pemerintah mencabut subsidi dan menaikan harga bensin sangat banyak dibanding dengan benefit yang diperoleh. Adapun hal yang akan terjadi jika harga bensin dinaikkan:
1. Naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok dan berbagai bahan kebutuhan lainnya.
2. Naiknya ongkos transportasi (kendaraan pribadi)
3. Naiknya harga suku cadang
4. Naiknya tarif angkutan umum
5. Naiknya jumlah orang miskin
6. Naiknya jumlah anak putus sekolah
7. Turunnya daya beli masyarakat
8. Turunnya pemenuhan gizi masyarakat
9. Bertambahnya jumlah anak rawan gizi
10. Bertambahnya jumlah UKM yang gulung tikar
11.
Meningkatnya Inflasi yang akan menyengsarakan masyarakat.

 Dengan ini dapat disimpulkan bahwa akan lebih banyak cost dibandingkan dengan benefit yang akan diperoleh jika pajak pigovian diberlakukan terhadap bensin di Indonesia

B.       Faktor Politik dan Sosial

Undang-Undang Dasar 1945 mengisyaratkan bahwa negara harus mensejahterakan masyarakat, oleh karena itu, penerapan pajak pigovian akan bertentangan dengan Undang-Undang. Adapun dari faktor sosial, kenaikan harga bbm akibat penerapan pajak pigovian dapat menciptakan masalah sosial baru dan menambah tingkat kemiskinan di Indonesia.

 C.      Penerapan Pajak Pigovian Terhadap Bensin di Indonesia
   
      Sebenarnya Indonesia memiliki 2 opsi terhadap harga bensin, apakah akan menaikan harga bensin dengan pemberlakuan pajak pigovian atau menurunkan harga bensin dengan memberlakukan subsidi. Sebuah pilihan yang sulit namun berdasarka tiga hal yang telah disebutkan diatas yaitu: Pendapatan Per Kapita dan Daya Beli Masyarakat, Analisis Cost-Benefit, serta Faktor Politik dan Sosial, maka Pajak Pigovian lebih tepat tidak diberlakukan di Indonesia mengingat kondisi Indonesia yang berbeda jauh dari negara-negara maju yang memberlakukan pajak pigovian sebagai dasar untuk mengurangi eksternalitas negatif dari bahan bakar bensin.


Kesimpulannya: Pajak Pigovian tidak cocok diberlakukan di Indonesia karena Indonesia masih memerlukan subsidi demi kesejahteraan rakyatnya sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.