(Sebuah Cerpen dikala Liburan)
Matahari telah berada tepat diatas kepala ketika Rendy dengan paniknya membereskan meja kerjanya dan bersiap-siap untuk makan siang. Sebenarnya kata panik tidak tepat untuk dipakai disini, sebab yang panik bukanlah Rendy, akan tetapi yang sedang terjadi sekarang adalah demo besar-besaran oleh cacing diperutnya menuntut pembagian BLT berupa ransum.
Tanpa awan atau petir, tiba-tiba kepala Dian muncul perlahan dibalik partisi meja kerja Rendy sambil berusaha mengejutkan sahabatnya itu.
“Dor…Dor...!”
“Halah, tak kirain siapa ternyata kamu, Yan! Kenapa?”
“Ren, hari ini mau makan dimana ?”
“Mm, diwarung Bu Aris aja, gua lagi dalam program tight money policy nih.”
“Oh gitu, Kalo gitu gua ikut”, Ujar Dian sambil mengacungkan jari telunjuknya. Dian kemudian memperhatikan Rendy dengan seksama dan menanyakan apa yang dia pikirkan dikepalanya, “Eh mukamu kusut banget, ada masalah apa sih? ” Dian kemudian berfikir sejenak, “Rini gimana kabarnya?, udah mulai mundur perlahan
“Udah, tapi gak tau yah kok tiba-tiba aku deket lagi dengan dia”, Rendy berhenti sejenak dari aktivitas beres-beresnya, “Aku sempet berfikir bahwa aku harus merubah masterplan yang telah kubuat. Aku merasa cocok dengan dia dan berharap bisa membuat rencana yang baru. Tetapi setelah kutelusuri lebih lanjut, kayaknya aku harus balik ke masterplan awal yang telah kubuat sebelumnya.”
“Bukannya udah jelas. Kalo kamu mau tetep pada masterplan yang telah kamu buat, kamu harus mundur secara perlahan. Aku udah bilang itu berkali-kali ke kamu. Cewe itu gak boleh digantungin. Kamu sebagai cowo harus punya sikap dong.” Nada bicara Dian kali ini tampak lebih serius. Dian yang terkenal Narsis, konyol, suka bercanda tidak terliat lagi sekarang. Yang ada adalah Dian yang berusaha untuk memaparkan tentang konsep yang dia rasa perlu untuk diketahui oleh sahabatnya itu.
Mendengar nasehat yang di berikan sahabatnya itu, Pikiran Rendy seakan melayang. Yup, konsep tentang satu kata berjudul “gantung” seakan meraung-raung dikepalanya. Dia sadar betul bahwa dia adalah orang yang sangat membenci untuk menggantungkan seseorang. Dia ingat betul bahwa dia dengan lantangnya berkata “tidak” pada Ida, seorang gadis yang menyuruhnya untuk melamarnya. Padahal bisa saja dia bilang, tunggu 1 atau 2 tahun lagi. Tetapi kenapa tidak dia mengatakan hal semacam itu? Karena dia paham betul, bahwa jika dia melakukan hal itu, berarti dia telah menghalangi jodoh wanita tersebut. Bukan masanya lagi pacaran dan bermain-main seperti saat kuliah atau SMU. Saat ini adalah saat baginya untuk pandai-pandainya memutuskan tentang masa depannya. Bagi Rendy hanya ada dua kata, yaitu :
1. Ya, atau
2. Tidak
Nanti aja dua tahun lagi, satu setengah tahun lagi, dan lain-lain. “Nanti” adalah kata lain dari gantung dan itu tidak ada didalam kamusnya. Dia berfikir, kalo bisa dikaitkan dengan akuntansi, dia akan bilang tidak ada Long Term Liabilities, tetapi yang dia kenal hanyalah Current Liabilities. Hue3…Gak nyambung yah! Akhirnya, setelah berfikir semalaman ditambah nasihat dari sahabatnya, Rendy yakin bahwa ia telah berbuat kesalahan dan harus segera ia perbaiki.
“Kali in gua udah bisa bilang bahwa gua akan tetap pada masterplan yang udah gua buat sebelumnya dan gak akan gua ubah,” Ujar Rendy.
“Lho yakin?”, Dian berkata dengan sinisnya.
“Yakin”, Rendy menjawabnya dengan mantap.
Bip…Bip…Bip…! Handphone Rendy bergetar. Dia mengeluarkan Handphone dari saku celananya dan membaca nama yang tertera di layar Handphone yang dia pegang. Panggilan dari Ida. “Ya, Halo, Assalamualaikum!”
Suara Ida dari seberang telepon terdengar dengan jelasnya,”Halo Ren, Pa kabar? Baik
“Alhamdulillah. Insya Allah gua dateng kok”, Rendy memandang kearah Dian sambil tersenyum.
“Makasih…!”, Sahut Ida sambil mengakhiri pembicaraan singkat mereka di telpon.
Rendy menutup telpon dan memasukkan Handphone-nya kembali kesaku celananya. “Ya,udah. Gua laper banget nih. Yuk makan!”, Rendy segera melangkah meninggalkan partisi meja kerjanya yang kebetulan berdekatan dengan meja kerja Dian.
“Gua udah nunggu kamu ngajak dari tadi. Traktir ya? Gua lagi pengen Jengkol nih, hue3! Bercanda kok.”
“Untuk kali ini gua traktir lho, Yan! Asal jangan sama jengkol ya? Kasian yang bersihin WC-nya”,Rendy tertawa renyah. Rendy kembali melayangkan pikirannya, gua harus mundur secara perlahan. Yup, I’ll do it.