(Sebuah Adaptasi dari Travellers' Tale karya Adhitya Mulya)
Farah Tale (Chapter I)
Sebuah Pertemuan
Siang itu, akhir bulan Juli 1996 merupakan hari yang berat bagi Jusuf kecil. Bagaimana tidak, hari itu merupakan hari dimana ia harus berpisah dengan teman-teman SD yang disayanginnya. Sekolah Dasar adalah masa paling membahagiakan bagi Jusuf kecil, disini ia merasa lebih dihargai dan ia lebih bisa menunjukkan aktualisasi dirinya disana. Hampir semua teman-teman seangkatannya mengenalnya begitu pula guru-gurunya. Berbeda 180 derajat, ketika ia di SMP, ia seperti tidak dianggap. Tidak banyak orang yang mengenalnya, kalaupun ada itupun karena kenakalannya. Sedangkan di SMA, ia hanya menjadi murid Medioker yang prestasinya menggantung. Bagus tidak dan kalaupun dibilang jelek juga tidak. Lalu kenapa dengan perpisahan? Bagi mereka yang sudah dewasa, perpisahan adalah hal yang biasa. Tetapi bagi Jusuf kecil, ini merupakan perpisahan "massal" pertamanya dengan teman-teman SD-nya. Dan yang tak kalah sedihnya, ia harus berpisah dengan "sahabat kecil"-nya, Farah. Farah akan pindah keluar kota, sedang Jusuf akan tetap berada di kotanya sekarang.
Siapa sih Farah itu? Tidak ada yang istimewa dengan Farah. Farah hanyalah teman sepermainan si Jusuf kecil. Apakah Farah adalah cinta pertama bagi si Jusuf kecil ? Tidak juga, Mungkin karena akrab dengan Farah. Banyak teman-teman yang mengejek bahwa mereka pacaran. Padahal, Come on…they’re just a kid. Tidak ada pikiran kesana. Yang mereka tau hanya bermain, bermain, dan bermain.
Tetapi ada yang aneh dengan si Jusuf Kecil. Sering kali ia bermimpi aneh. Ia bermimpi bahwa ia sedang bermain disebuah halaman (mimpi seorang anak kecil), tetapi didalam mimpinya ia tidak bermain sendiri. Ia bermain dengan sosok perempuan sebayanya. Dan Farah adalah sosok yang hadir didalam mimpi-mimpinya. Sebagian orang dewasa mungkin akan menertawakan Jusuf Kecil, tetapi bagi Jusuf kecil ini bukanlah hal yang main-main. Ia menanggapi dengan serius,tiap mimpi yang ia dapati tentang Farah.
Hari berganti hari, Jusuf kecil telah tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa. Jusuf kecil teringat dengan sebuah kata mutiara yang berbunyi : “Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca” (Charles Jones_red). Jusuf kecil telah menjadi orang yang berbeda. Bukan Cuma lima tahun,tetapi Tiga belas tahun telah berlalu. Jusuf sekarang telah menjadi orang yang berbeda,ia sekarang telah bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta yang letaknya ratusan kilometer dari tempat kelahirannya, Palembang.
Segala sesuatu memang banyak yang telah berubah, tetapi dari sekian banyak perubahan, hanya ada satu yang tidak berubah. Ia terkadang memimpikan hal yang sama seperti saat dia kecil dulu. Baik itu ketika ia SMP,SMU atau kuliah, ia tetap bermimpi tentang Farah. Yup, mimpi yang sama. Apakah ia pernah mencoba untuk mencari dimana Farah? Tentu saja pernah. Ia telah banyak bertanya dengan teman-teman masa kecilnya yang mungkin mengetahui dimana keberadaan Farah. Namun, semua usaha yang dilakukannya hanya bernilai nol besar. Ia pun pernah mencoba mencari tahu dimana kota tempat Farah tinggal, jejak yang ada mengatakan bahwa Farah ada di Bogor selama SMP, namun ia hanya tahu sampai disitu. Ia tidak tahu dimana farah tinggal selama SMA ataupun sekarang. Pernah teman kuliah Jusuf bertemu dengan Farah di tempat kursusnya dan memberikan nomor HP Jusuf kepadanya. Tetapi, Farah tak kunjung menghubunginya. Jusuf pernah bilang pada temannya itu agar meminta nomor HP Farah, lagi-lagi ia harus menelan pil pahit. Temannya telah tidak lagi kursus ditempat yang dimaksud. Didalam hati, Jusuf pernah berujar. “Aku ingin bertemu denga Farah, entah bagaimanapun kondisinya kelak.”
Singkat cerita, Jusuf menjalani hidupnya seperti biasa tanpa mengetahui dimana keberadaan Farah sampai dengan sekarang.
***
Jusuf sedang dalam perjalanan pulang dari Bandung, ketika sebuah sms masuk dan menyela lagu sahabat kecilku yang dinyanyikan oleh penyayi cilik Gita Gutawa di MP3 yang sedang dimainkan di HPnya. Jusuf yang baru pulang dari Kantor Cabang perusahaannya di Bandung masih terlihat letih dan dengan malasnya membuka sms yang masuk tadi. Nomor tak di kenal ?
“Siapa Sih ?” Jusuf menekan pilihan “open” di Handphone-nya dan membaca sms yang masuk tadi.
“Ass. P kbr? Ini tomi y? Msh knl aq gk tmn lma dlu wkt SD?”, tulisan sms balasan yang masuk seolah ingin bermain tebak-tebakan dengan Jusuf.
Jusuf sempat terkejut dengan sms balasan yang bisa tahu panggilan kecilnya itu, tetapi karena masih letih dan malas buat bermain-main. Jusuf hanya menjawab sekenanya. “Mana gua tahu, emang gua dukun. Siapa sich ini?”
Cukup lama HP Jusuf tidak bereaksi sampai suatu ketika terdengar raungan nada telepon genggamnya sebagai tanda bahwa ada sebuah sms yang masuk. Dengan raut muka yang terlihat masih kesal, Jusuf membuka perlahan sms yang masuk dan melihat tulisan yang tertera di layar Handphone-nya.
“Gua Farah, Masih inget? “
====================================================================
Farah Tale (Chapter II)
Kegembiraan
Masih teringat dengan jelas diingatannya bagaimana ia mendapat sms pertama dari Farah. Sambil membayangkannya, senyum simpul muncul disudut kanan bibir Jusuf. Pada saat itu, ia seperti orang gila. Tingkahnya jadi aneh malam itu, mulai dari Jungkir balik kekanan dan kekiri, lalu lompat-lompat kecil, nyanyi lagu Indonesia Raya, sampai ia tersadar ketika Bibinya menegurnya karena terlalu berisik. Jusuf memang tinggal bersama pamannya karena kantornya berada dekat dengan rumah pamannya. Sebenarnya ia lebih prefer ngekost, tetapi ketika ia mengutarakan niatnya itu pada pamannya, ia malah diancam bahwa gak bakal diakuin keluarga lagi. Hayo, gimana lagi? Lagian lumayanlah kan gratisan,he3! Klik, Jusuf membuka Winamp di komputer bututnya, lalu ia memutar Lagu Sahabat Kecilku yang dinyanyikan oleh Gita Gutawa.
Kau jauh melangkah
Melewati batas waktu
Menjauh dariku
Akankah kita berjumpa kembali
Sahabat kecilku
Masihkah kau ingat aku
Saat kau lantunkan
Segala cita dan tujuan mulia
Tak ada satupun masa
Seindah saat kita bersama
Bermain-main hingga lupa waktu
Mungkinkah kita kan mengulangnya
Tiada tiada lagi tawamu
Yang selalu menemani segala sedihku
Tiada tiada lagi candamu
Yang selalu menghibur disaat ku lara
Bila malam tiba
Ku selalu mohonkan Tuhan
Menjaga jiwamu
Hingga suatu masa bertemu lagi
Tiada tiada lagi tawamu
Yang selalu menemani segala sedihku
Tiada tiada lagi candamu
Yang selalu menghibur disaat ku lara
Sahabat kecilku, masihkah kau ingat aku…
Sebuah lagu yang mengingatkannya dengan Farah. Lagu yang merefleksikan bagaimana doa Gita Gutawa didalam lagu tersebut, telah dijawab oleh Allah didalam kehidupannya kini.
"Bila malam tiba
Ku selalu mohonkan Tuhan
Menjaga jiwamu
Hingga suatu masa bertemu lagi"
“Doaku telah terjawab. Farah telah kembali didalam kehidupanku!”,ujarnya dalam hati
Ia kemudian meng-sms Farah, “Far,kamu kemana aja selama ini? Seneng banget menerima sms dari kamu. Tau gak, selama ini aku mencari tau dimana keberadaan kamu”, Jusuf dengan antusiasnya mengirimkan sms buat Farah dengan terkadang senyum simpul Jusuf terlihat di bibir sebelah kanan bawahnya.
Jusuf merasakan perasaan senang yang amat sangat saat ini. Sms perdana Farah telah membuatnya seakan melayang ke langit ketujuh saat ini. Dan kalau boleh teriak sekencang-kencangnya pastilah ia akan berteriak mengeluarkan segenap energi kegembiraan yang ada pada dirinya. Sayang, pemukiman di Jakarta Utara yang padat tidak memungkinkan Jusuf untuk melakukan hal tersebut. Salah-salah, ia bisa disangka teriak karena telah melihat maling dan penduduk satu kampung dengan senjata lengkap akan keluar untuk bersiap-siap melakukan serangan umum besar-besaran terhadap sasaran maling fiktif yang diteriakan oleh Jusuf. Ia lalu mengurungkan niatnya dan memilih untuk mengirimkan sms kepada Farah daripada teriak tidak jelas.
“Aku gak kemana-mana kok, aku masih di Palembang. Setelah selesai mondok di Bogor, aku balik ke Palembang lagi buat ngambil S1 disini.” Jawab Farah.
Jusuf melanjutkan smsnya, “lalu dari mana kamu tau nomorku ? Mm…Aku tau, pasti dari Afan ya?”
“Afan mana ya? Salah tuh, coba tebak aja sendiri, he3!”, Farah kembali mengajak Jusuf untuk bermain tebak-tebakan. Permainan yang sama ketika sms pertama dari Farah, tetapi bedanya kali ini Jusuf seolah masuk dalam permainan dan tidak menolak untuk dipermainkan oleh Farah.
“Siapa dong?”, Jusuf mencoba untuk mencari tau kembali.
“Pikir aja sendiri, hue3!”
Jusuf berfikir keras mencari tau dari siapa Farah mendapatkan nomornya. Ia lalu teringat pada kakak tingkatnya di kampus yang pernah menyebutkan sebuah nama, yup “Farah”. Pada waktu itu kakak tingkatnya itu sedang dekat dengan seorang wanita bernama Farah, tidak disangka dunia memang sempit. Dia tidak mengira bahwa Farah yang disebutkan oleh kakak tingkatnya tersebut adalah Farah yang selama ini ia cari. Ia mencoba menghubungi kakak tingkatnya yang kebetulan sudah menikah tersebut, tetapi nomor Handphone yang dihubunginya tersebut tidak aktif lagi. Dasar, ia tidak dapat mengerti jalan pikiran orang yang sering berganti nomor HP, bukankah hal tersebut akan menyulitkan orang yang akan menghubungi mereka.
“Gua tau”, teriak Jusuf dalam hati, “pastilah dari Francis, dunia memang sempit”.
“Kalo gua tau mau dikasih apa ?”, gertak Jusuf kepada Farah lewat smsnya yang kesekian kali.
“Dikasih ucapan selamat ditambah tepuk tangan”, Farah menjawab dengan sedikit cuek.
“francis bukan?”
Farah tidak mengiyakan dan tidak pula mengatakan tidak kali ini. Jusuf tau, ia tidak memerlukan jawaban iya dari Farah, karena ia sudah sangat yakin tentang ini. Mereka kemudian asik bersms selama hampir 2 jam lebih. Jam sepuluh lebih, Jusuf tertidur dengan membawa sejuta mimpi. Ia tidur sambil tersenyum pada malam itu.
***
Bunyi alarm Handphone Jusuf berbunyi. Sudah jam 5 pagi, ia belum sholat Shubuh dan harus bersegera diri mandi lalu berangkat kekantor. Tidak seperti biasanya, pagi ini ia lebih bersemangat untuk berangkat kekantor. Ia tidak tau kenapa hari senin yang biasanya membosankan dan memberikan efek malas untuk bangkit dari tempat tidur ternyata hari ini terasa berbeda baginya. Dalam hati ia berkata, “Semua karena Farah”.
Setelah mandi, ia teringat Farah. Ia ingin sekali mendengar suara Farah. Ia lalu memberanikan diri untuk menelfon Farah.Sebuah percakapan singkat yang terjadi selama kurang dari semenit. Jusuf tidak mempunyai cukup keberanian untuk berbicara dengan Farah. Tetapi paling tidak sudah ada langkah awal ujarnya dalam hati. Bukankah sebuah perjalanan jauh pun diawali dengan satu langkah kecil.
***
Hari terus berlalu tanpa Jusuf sadari. Ia kini tiba dititik dimana ia tidak lagi mampu menahan rasa penasarannya. Jusuf ingin sekali bertemu dengan Farah. Dua belas tahun merupakan waktu yang cukup untuk menggambarkan bagaimana penasarannya Jusuf terhadap sosok Farah.
Sebuah hari di pertengahan Agustus, ia mendapat kabar bahwa salah satu sahabat baiknya akan segera menikah di Palembang. Yang membuatnya bahagia bukan hanya karena sahabat baiknya itu akan menikah. Tetapi juga karena ia akan dapat bertemu dengan Farah sembari menghadiri pernikahan sahabatnya tersebut.
“Alhamdulillah, akhirnya aku bisa bertemu dengan Farah”, Jusuf berbicara kepada dirinya sendiri kala itu, “Ya,Allah…terima kasih telah mempertemukanku dengannya. Bagaimanapun keadaanya kelak, aku akan mensyukurinya. Terima kasih karena telah mendengarkan doaku selama 12 Tahun ini, Terima kasih ya Allah.”
Hari itu, seribu asa tertanam di benak Jusuf, satu ungkapan yang terus ia kumandangkan hari itu, “terima kasih, ya Allah!”
====================================================================
(Bersambung ke Farah Tale Chapter III)
4 komentar:
ehm.... still Farah? :)
There will be no farah...
It's just a past
Yups, ak udah baca, Ntom... Cinta emang aneh yaaa? Tapi, pcy deh, Tom... Saat kau kehilangan sesuatu, kau pasti akan mndapatkan yg jauh lebih baik dari itu... Btw, mana chapter 3 & 4-nya? Dinanti postingannya... :)
Ai, kentang mang.. mano lanjutannyo.. Jgn bikin penasaran cak ini hehe..
Btw, undangannyo ditunggu..;)
Posting Komentar